Mungkin banyak orang mengira, anemia atau kurang darah adalah gangguan kesehatan biasa. Tapi tahukah Anda, anemia yang tak tertangani bisa menurunkan kenyamanan hidup, produktivitas kerja, bahkan kematian.
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, fungsi dari hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Jika anemia terjadi pada ibu hamil, maka asupan oksigen untuk janin pun akan berkurang. Hal ini akan menghambat pertumbuhan organ-organ pada janin, termasuk organ-organ yang penting semisal otak. Tak hanya mengancam pertumbuhan janin, anemia juga merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan. Biasanya, kematian terjadi akibat perdarahan. Saat ini, angka kematian ibu hamil di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN yakni 307 dari 100 ribu kelahiran. Bandingkan dengan Malaysia, yang hanya 40-50 dari 100 ribu kelahiran.
Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan zat besi. Seperti pernah dikatakan Prof Dr dr Sutaryo dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, tahun lalu (Republika, 25 Juni 2005), persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia. Bahkan, kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. ”Anemia defisiensi besi merupakan salah satu bencana nasional yang tak pernah kita rasakan,” katanya.
Apa sebenarnya fungsi zat besi di dalam tubuh? Spesialis gizi klinik, dokter Samuel Oentoro MS SpGK, menjelaskan, zat besi berfungsi untuk membentuk sel darah merah. Sementara sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh, serta membantu proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi. Nah, jika asupan zat besi ke dalam tubuh kurang, dengan sendirinya sel darah merah juga akan berkurang. Tubuh pun akan kekurangan oksigen. Akibatnya, timbullah gejala-gejala anemia yakni 5 L (letih, lemah, lesu, lelah, dan lunglai), daya ingat dan daya konsentrasi menurun. Gejala lain adalah munculnya warna pucat pada bagian kelopak mata bawah.
Anemia bisa menyerang laki-laki dan wanita dari berbagai kelompok umur (mulai dari bayi sampai lansia). Namun, dibanding pria, anemia lebih banyak diderita kaum wanita. Di Indonesia, anemia menyerang satu dari lima orang wanita usia produktif. Ada beberapa hal yang membuat wanita rentan mengalami defisiensi zat besi, yakni: menstruasi yang terjadi setiap bulan, juga pola makan yang tidak baik akibat tuntutan pekerjaan atau melakukan diet ketat. Akibat pola makan yang tidak baik itu maka asupan zat besi dari makanan sangat kurang.
Jika pada ibu hamil, anemia berpotensi menghambat tumbuh kembang janin dan menimbulkan perdarahan saat melahirkan, maka pada wanita yang tidak sedang hamil pun, anemia bisa menimbulkan akibat serius. Apalagi pada wanita yang aktif bekerja, baik di dalam maupun luar rumah. Anemia akan membuat mereka merasa lemas, lesu, dan lemah sehingga produktivitas kerja menurun. Daya tahan tubuh pun merosot sehingga mereka akan mudah sakit, terserang flu, atau infeksi.
Perbaiki pola makan
Anemia erat kaitannya dengan asupan gizi dari makanan kita sehari-hari. Karena itu, memperbaiki pola makan merupakan jurus penting untuk mengatasi anemia. ”Terapkan pola makan yang sehat, dengan selalu memerhatikan jumlah, jadwal, dan jenisnya,” kata Samuel saat menjadi pembicara dalam acara peluncuran Sangobion ActiFe di Jakarta, belum lama ini.
Jumlah yang dimaksud Samuel adalah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, tidak terlalu sedikit, tidak pula berlebihan. Jadwal makan juga mesti dipatuhi, yakni tiga kali sehari. Dan satu hal lagi, gizi harus seimbang. Makanan yang kita konsumsi sehari-hari idealnya mengandung karbohidrat sebanyak 60-70 persen, protein 10-15 persen, lemak 20-25 persen, vitamin, dan mineral. ”Jangan lupa, usahakan minum sebanyak delapan gelas per hari,” kata dokter yang menempuh pendidikan spesialis gizi klinik di Universitas Indonesia ini.
Selain itu, lanjut Samuel, perbanyak konsumsi makanan yang kaya zat besi, seperti daging merah, hati, keju, ikan, sayuran berwarna hijau tua, dan kacang-kacangan. Dokter yang bertugas di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta ini juga menyarankan untuk memperbanyak asupan asam folat dan vitamin B-12. Hati dan sayuran hijau tua adalah contoh bahan makanan yang sarat asam folat. Sedangkan vitamin B-12 banyak terkandung pada ikan, daging, susu, dan keju.
Namun, memilih makanan sumber zat besi juga mesti bijaksana. Sebaiknya, kata Samuel, jangan memilih daging merah, mentega, atau keju sebagai sumber zat besi. Sebab, bahan-bahan makanan itu memiliki kandungan kolesterol yang tinggi. ”Nanti, Anda bebas anemia tapi berisiko sakit jantung.” Jadi bagaimana sebaiknya? ”Kalau Anda tanya saya, maka pilihan pertama adalah ikan, pilihan kedua ikan, pilihan ketiga juga ikan, barulah pilihan berikutnya daging ayam tanpa kulit.’
Pilihan Samuel sangat masuk akal. Sebab, selain kaya zat besi, ikan juga rendah kolesterol. Begitu juga dengan daging ayam tanpa kulit. Mengonsumsi suplemen zat besi juga bisa membantu mengatasi anemia. Di pasaran, terdapat cukup banyak suplemen seperti ini dengan berbagai merek dan harga. Menurut Samuel, mengonsumsi suplemen zat besi sebaiknya dilakukan saat perut kosong, sehingga penyerapannya optimal. Tapi hati-hati, sebab ada zat besi yang menimbulkan rasa tidak enak (perih) di lambung. ”Karena itu, kita harus pintar-pintar memilih,” katanya.
Salah satu yang ia sarankan adalah suplemen yang menggunakan ferrazone sebagai sumber zat besi. Ferrazone, menurutnya, adalah preparat besi yang sedikit sekali menimbulkan masalah di lambung, mudah diserap, dan tidak mudah terganggu oleh keberadaan kafein dalam kopi, teh, atau cokelat.
Teh, kopi, cokelat, dan susu/kalsium memang bisa menghalangi penyerapan zat besi dalam tubuh. Oleh karena itu, Samuel menyarankan untuk memberi jarak waktu antara pemberian makanan atau suplemen zat besi dengan konsumsi teh, kopi, cokelat, dan susu/kalsium sekitar 1,5 sampai dua jam.
Soal pengaruh teh dalam menghambat penyerapan zat besi juga dinyatakan oleh Sutaryo. Dalam pidato pengukuhannya tersebut, Sutaryo menyatakan, minum teh setelah makan dapat menghambat penyerapan zat besi ke dalam tubuh hingga 80 persen. ”Seharusnya, kebiasaan minum teh sesudah makan dihilangkan. Minumlah teh dua jam sesudah atau sebelum makan.”
Sumber: litbang.depkes.go.id
No comments:
Post a Comment