TREN busana selalu berganti seiring waktu. Di dunia mode, tidak ada gaya yang dianggap kuno. Setiap gaya yang berlalu akan kembali di era berikutnya dan menjadi tren baru. Salah satunya, gaya busana dari era 20-an.
Siapa yang tidak mengenal Gabrielle "Coco" Chanel. Ikon mode legendaris tahun 20-an ini menjadi pelopor bangkitnya gaya berbusana wanita modern. Masa keemasan yang sering disebut sebagai "RoaringTwenties". Semenjak itu, tahun 1920 dianggap sebagai era kebangkitan mode kontemporer.
Pada era ini banyak bermunculan gaya busana yang terus bertahan melewati beberapa dekade dan menjadi garis tren di setiap musim. Karena itu, tidak heran bila gaya busana tahun 20-an banyak diambil sebagai inspirasi bagi para desainer.
Mulai dari panggung Paris hingga catwalk New York, bisa ditemukan koleksi turunan dari gaya klasik tersebut. Bahkan di pergelaran Milan dan Paris Fashion Week yang dihelat beberapa waktu lalu, gaya busana era 20-an tersebut banyak terlihat.
Seperti halnya terusan mini, gaun ringan melayang, serta ragam overcoat yang mampu menyulap penampilan seseorang terlihat formal. Menurut studi mengenai tren busana di era 20-an, gaya busana tersebut banyak diadaptasi dari film-film yang tengah marak pada saat itu.
Seperti Charleston Dance yang memopulerkan gaun ringan untuk berdansa. Di masa sekarang, gaya busana ini bisa dilihat pada koleksi milik Erin Fetherston. Pada pergelarannya di panggung New York beberapa waktu lalu, Erin mempersembahkan ragam gaun ringan dalam berbagai varian. Panjang, pendek, ekstramini, serta berpotongan babydoll.
Sedikit berbeda dengan gaya di era 20-an, yang memiliki garis pinggang rendah (dropwaist). Bila diperhatikan dengan seksama, dropwaist tidak hilang begitu saja.
Unsur ini pun hadir di koleksi desainer Indonesia, Sebastian Gunawan. Potongan pinggang rendah menjadi aksen yang menarik di tengah gempuran nuansa babydoll yang berkesan manis. Terlebih, desainer yang akrab disapa Seba ini memadukannya dengan bentukan busana klasik ala victorian.
Menjadikan busananya terkesan cantik sekaligus elegan. Mini, juga merupakan warisan tren busana twenties. Lahir di kalangan siswa asrama, gaya busana ini kemudian diadaptasi menjadi busana bagi kaum muda.
Sebelum mini, tren yang beredar adalah terusan atau rok dengan panjang selutut yang sering dipadukan dengan kemeja beraksen opnaisel atau pita. Dari situ, para desainer mengembangkannya menjadi gaun cantik bergaya glamor yang bisa dikenakan pada malam hari.
Dengan cepat gaun pendek tersebut menjadi pilihan remaja wanita yang ingin tampil modis sekaligus dinamis. Bila dibandingkan dengan tren saat ini, terusan pendek memang lebih banyak dipilih untuk menghadiri pesta semiformal.
Sementara untuk acara yang lebih formal, gaun panjang masih menjadi primadona. Meski tidak menutup kemungkinan hadirnya cocktail dress dengan panjang tepat menyentuh lutut. Lihat saja koleksi terbaru milik Roberto Cavalli di pekan mode Milan.
Paduan antara aksen dropwaist serta potongan mini mewakili era twenties dengan tepat. Begitu juga dengan rancangan besutan Angela Missoni yang memanfaatkan bahan rajut serta bulu sintesis untuk koleksinya. Penempatan aksen dropwaist yang dikemas dalam warna kontras menjadi bumbu unik.
Sementara garis rancangannya yang simpel dan berkesan tajam semakin menegaskan sentuhan twenties yang menjadi inspirasi Missoni. Di label Moschino Cheap & Chic, twenties disarikan dari garis rancangan yang tajam serta bentukan sackdress simpel. Sementara motif prints dan corak geometris yang digunakannya diambil dari nuansa retro tahun 70-an. Berbeda dengan desainer Lorenzo Riva yang memadukan garis era 20-an dengan gaya abad ke-18 di mana highwaist menjadi tren.
Tahun 1920 pun menjadi dasar bagi busana bergaya boyish yang kini banyak ditemukan. Siluet maskulin ini menjadi populer setelah perang dunia pertama berakhir. Pada masa itu, garis rancangan busana wanita menjadi lebih tegas dan sedikit bergaya militer. Tidak lagi fokus pada garis pinggang, koleksi yang hadir di era 20-an hadir lebih loose dan sempit. Gaya ini pun banyak diadaptasi oleh desainer masa kini, seperti halnya Enrico Coveri, Gianfranco Ferre, juga Moschino.
Ketiga mempersembahkan koleksi busana wanita serupa tuksedo yang dikemas dalam nuansa yang lebih feminin ataupun paduan kemeja putih dan celana pipa berkesan klasik.(Koran SI/Koran SI/nsa)
No comments:
Post a Comment